Monday, May 2, 2011

(SEKEDAR CORETAN ; Jamil Musica; Mahasiswa Teknik Informatika UIN Alauddin yang tak lulus-lulus)

Kembali aku menatap dunia yang liar. Aku tidak ingin kalah oleh liciknya jebakan dunia!

Tak ada yang tahu, entah apa yang akan terjadi nanti, bahkan ketika kedipan mata serta hembusan nafas yang keluar dari tubuh fana hilang dihisap oleh alam sekitar. Kita tak pernah tahu apakah masih ada kesempatah untuk sekali lagi mengedipkan mata.

Bahkan kita tidak bisa menjamin pada diri sendiri untuk sekedar bisa menarik nafas yang sama pada detik berikutnya, kecuali hanya dengan izin Sang Empunya hidup hingga Allah Swt memberikan Irada-Nya. Dan sesungguhnya takdir jualah yang menuntun kita hingga dititik ini.

Angin zaman memang telah berubah arah. Sementara gerbang dunia luar telah terbuka lebar-lebar dan siap menyambut kita dengan segala kegenitan serta gemerlap yang menggoda. Dan diantara genit dan gemerlap itu ada taring-taring tajam kehidupan yang setiap saat siap untuk menerkam.

Aku sadar dan entah apakah kalian juga sadar, bahwa kita sekarang berada diantara masyarakat yang sedang “sakit”, masyarakat yang tampak baik-baik saja itu sebenarnya adalah sebuah bangunan rapuh yang bisa dihempaskan dengan mudah kapan saja, bahkan oleh tiupan angin yang lembut sekalipun. Diantara hitam dan putih seolah samar dan menjadi satu.




Cahaya keindahan telah pudar oleh kehidupan materalistis dan hedonis. Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan, dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur.

Teringat pesan Bung Karno, "Kalau pemuda sudah berumur 21, 22, sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak giat untuk tanah air dan bangsa… Pemuda yang begini baiknya digunduli saja kepalanya…"

Mendengar nasehat Sang Singa Podium di atas, kita layak malu dan baiknya lekas berinstropeksi. Sambil tarik napas sedalam-dalamnya, simpan sejenak dalam hati kemudian bertanya pada diri; di usia kita sekarang, apa yang sudah kita berikan pada bangsa/hidup? Kemudian keluarkan napas Anda dan mulai berpikir untuk menjawabnya.

Alah… Jangan ngomong bangsa, ngurus diri saja tidak becus, makan saja susah, kuliah saja tidak beres-beres. Mungkin ini jadi salah satu jawabannya. Ada benarnya juga. Mahasiswa sekarang susah untuk diajak membincangkan bangsa. Berat. Pusing. Impossible.

Kita lebih sibuk mikirin bagaimana ngilangin jerawat di wajah culun kita dari pada pusing mikirin jerawat dan borok wajah Ibu Pertiwi. Lebih sering meluangkan waktu untuk ngurusin rambut biar ga’ ketombean dan ga’ out of date model potongannya dari pada susah payah membincangkan penampilan bangsa di mata dunia. Inilah fenomena mahasiswa kontemporer. (kalo ada yang ga ngerti arti kontemporer cari dikamus. hehehe).  


Padahal kalau dulu, mahasiswa seusia kita macam Bung karno, Hatta, Natsir, Syahrir, Tan Malaka, Tjipto Mangun Kusumo dan kawan-kawannya yang kalau disebutin kita pasti tambah ga’ kenal, tak pernah lepas sedetik pun membincangkan persoalan kebangsaan dalam setiap aktivitasnya.

Sedikit bercerita, Bung Karno terkenal dengan kegarangannya dalam berpidato. Kalau mau lihat isi pidatonya bisa cari buku yang berjudul ”Di Bawah Bendera Revolusi”. Saya jamin isinya lebih menarik ketimbang ceramahnya dosen ataupun pimpinan kampus saat memberikan mata kuliah yang kadang menjemukan. Bikin ngantuk dan gerah. Mau tahu kisah perjalanan Presiden RI pertama di masa mudanya? Nich sedikit kutipan kata-katanya (sedikit aja, kalau mau banyak beli sendiri bukunya):

“….saya sendiri kalau berhadapan dengan pemuda rasa hatiku kok lantas panas…bukan panas benci, tidak, tapi panas karena semangat…Aku ini, he, anak-anakku sekalian, dulu tatkala Aku berumur 15 tahun…Bapak sudah mencantumkan cita-cita Bapak setinggi bintang di langit, umur 16 tahun Bapak menjadi anggota pergerakan pemuda, umur 18 tahun bapak sudah masuk gerakan politik dan umur 29 tahun Bapak dijebloskan ke penjara…” Keren kan ceritanya..? Petualangaannya seru melebihi kisah sinetron di televisi. Itu lho… Kisah fiktif yang sering kita tongkrongin ga’ berkedip.

Lalu, pemuda seperti apa yang bisa membuat Bung Karno panas? Apakah pemuda seperti kita yang dalam usia 15 tahun baru bisa belajar bagaimana menyetrika baju supaya penampilan enak dipandang? Yang bingung ketika ditanya apa cita-citanya? Yang memasuki usia 16 tahun, baru bisa belajar serius bagaimana cara dapetin gebetan? Usia 17 tahun masih takut buat KTP sendiri sehingga harus diantar papa-mamanya  ke kantor kecamatan? 18 tahun belum mengenal organisasi selain OSIS dan pramuka?

Ataukah pemuda yang seperti ini? pemuda demo soal suap dan korupsi...eeh ntar kalo mau jd PNS ternyata jg harus nyogok....ntar kalo dah jadi pejabat atau anggota DPR jg korupsi....??? (sekali lagi cukup jawabannya dihati masing-masing)

Sudah dulu yah…. Capek nulis… lain kali disambung. Mau kerja tugas Gambar (Desain grafis) & C++.


Kritik dan saran : jamil musica on facebook

0 komentar:

Post a Comment